Pernah beberapa kali ada yang mengatakan "Tulisanmu bagus, mengalir dan entahlah kata-kata itu menjadi sebuah puisi bagiku" padahal saya merasakan yang biasa-biasa saja sih. Menulis sesuai kata hati, terkadang saya justru menulis kata-kata getir ketika saya sedang bahagia pun begitu pula sebaliknya. Saya kebanyakan menulis dengan sudut pandang mata dan imaji, saat melihat kambing memakan rumput saya pun membayangkan selanjutnya, apakah dia akan melakukan break dance karena kegirangan atau elus-elus perutnya ketika kekenyangan. Ketika itu pula saya berpikir, kalau mata suatu pengarang memang harus beda. Kalau tidak beda bagaimana mungkin karya J.K Rowling yang penuh dengan sihir-sihirnya itu bisa terwujud kalau tidak mempunyai mata spesial yang menciptakan hal-hal yang tak mungkin menjadi sangat mungkin? kamu merasa tidak punya mata pengarang? haha it's annoying, man! Mata pun bisa dilatih kok. Simpelnya sih banyak membaca dan keluar rumah lihat interaksi orang-orang disekitarmu, itu dalam pandangan saya. Kalaupun kamu bisa menjadikan televisi sebagai inspirasi kamu sih oke oke saja.
Mata Pengarang
Ilustrasi Mata Pengarang
Mungkin rasa simpati dan empati mempengaruhi lahirnya beberapa karya juga, tidak sedikit pula saya mengangkat kehidupan nyata lewat curhatan-curhatan mereka yang tumpah-tumpah kepada saya, tentunya diremake agar identitas si pencurhat juga tidak ketahuan, syukur-syukur kalau tulisan saya mendapat masukan dari orang lain dan mereka memberikan solusinya, kan teman saya tersebut juga bisa tahu bagaimana cara mengatasi solusinya dengan pandangan beberapa kepala, saya pun belajar agar tidak hanya kata, "Sabar ya, tegar ya, kamu kuat kok, aku turut prihatin, etc" saja yang keluar dalam menyikapi orang yang lagi curhat, hehe.

Dalam menulis selama ini, saya itu merasa tertantang bagaimana cara agar yang rumit itu menjadi simpel. Terkadang semakin disederhanakan tulisan saya akan semakin muter-muter dan terjadilah pengulangan yang menurut saya akan memboroskan kata-kata. Saya selama ini sih belajar bagaimana agar tulisan saya itu "Ngomong banget!" dalam arti pembaca itu bisa berinteraksi dengan saya secara langsung melalui tulisan. Hal yang paling saya hindari adalah membuat orang menjadi negatif, karena saya pun merasakan sendiri bagaimana rasanya berjuang buat move up, masa saya mau mengajak orang buat gagal move on seperti yang pernah saya alami juga? Mengajak orang lain menuju keburukan itu mengerikan, dosa saya udah banyak, masa berkarya malah menambah tumpukan dosa saya lagi? insya'allah saya jauhin, hehe. Kalaupun ada yang galau-galau sih mending dibuat cerpen saja lah, tapi jangan buat orang melakukannya juga, kalau dalam tahap baper doang sih tidak masalah. Terasa sulit ya? ndak kok, tidak ada yang sulit, yang ada adalah tantangan agar kita menjadi lebih baik, siap? ;)