“Woy Kek! Bayarin nasi pecel gue dong!” Dian menggoyangkan kursi gue.

“Heh jaelangkung kunyuk! Lo tuh ya... datang kagak dijemput pulang gue juga ogah nganter! Kebiasaan buruk lo tuh tetep ngutang mulu! Makanya kagak ada cewek yang doyan sama lo!” gue ngomel dengan kecepatan 27 ketukan.

“Berisik woy! Lo cowok apa janda lagi pms sih? Apa perlu lo gue belai dulu?” Dian coba menggoda gue dengan ekspresi kedipan matanya.

“Setan! udah tukang ngutang, bencong pula!” Gue lemparin rempeyek yang ada ditangan gue.

“Sini maen sama om...” Dian mencoba meraih badan gue.

“.....” gue lari.

Gue itu paling anti sama orang melambai. Menurut gue pribadi, daripada setengah-setengah kenapa tidak langsung transgender dan berubah jati diri sekalian? Tetapi gue masih toleransi sama temen gue si Mail yang walaupun melambai tapi setidaknya dia bisa hibur gue dengan kegilaannya. Bayangkan ada bencong gila yang suka nyanyi sambil maen gitar yang tidak jelas akord yang dipake dan suara yang tidak ada bagus-bagusnya. Yap itu dia si Mail.

“Darimana? Kok ngos-ngosan gitu?” Rindu tiba-tiba ada di depan kelas dan mengagetkan gue.

“Emm.. itu.. anuu...”

“Bu Lastri kaga ada, tuh ada tugas yang abis gue tulis di papan tulis”

“Ohh iya thanks”

“Maafin gue Kie... please...” Dia berkata sambil mengiba.

“Gue selalu maafin lo... “

“Yay... nanti jangan pulang dulu ya, ikut bantuin dekorasi buat pementasan theater kelas kita!”

“Ahhh gue jadi benci sama lo deh... baru aja minta maaf sekarang udah merintah gue!”

“Gue minta tolong, karena kalo bukan lo siapa lagi yang mau gue repotin?” dia tertawa geli.

“Oke dehh oke non!”

“Makasih” dia tersenyum manis dihadapan gue.

“Sok imut!” gue berlalu.

Gue paling tidak bisa kalau melihat orang tersenyum manis dihadapan gue, pencitraan gue untuk jadi cowok cuek selama bertahun-tahun bisa hancur seketika. Gue terkadang juga merasa aneh, karena banyak pengakuan dari temen gue kalau mereka deketin gue salah satu alasannya karena senyuman gue yang buat mereka merasa kalau gue itu sebuah rumah. Terkadang gue juga mengiyakan, gue adalah rumah untuk singgah sejenak dan lalu ditinggalkan. Gue selalu memberikan rasa nyaman, tetapi sejatinya gue merasa sebaliknya. Mereka datang dan pergi tanpa kembali... gue bisa apa?


---------------------------------------------------------“--------------------------------------------------------------