Warung Es Puter
YOGGY

Entahlah siang ini panas sekali, pikiranku sedang kosong dan tidak ada satu pun ide yang keluar dari kepala dengan potongan rambut ala boyband korea yang lagi ngehits musim ini. Aku sesekali mengaduk minuman semi makanan yang aku pesan sedari tadi, es campur.  Padahal aku sangat suka es ini dan penjualnya pun sangat hafal sekali denganku, cowok imut memakai jaket yang tidak pernah diganti  ditambah membawa tas slempang samping kanan, cocok seperti orang yang bekerja di bank pritilan yang sukanya menagih hutang orang setiap akhir bulan.

Tetapi kali ini agak berbeda, aku hanya membawa tubuhku dan motor pinjaman nyokap yang telah terparkir rapi di pelataran masjid yang terbesar dan tersohor di kotaku. Aku sedang ada janji bertemu dengan seseorang yang paling ngeselin di dunia, namanya Liliana Aozora. Cewek yang namanya sok jepang tapi faktanya logatnya jawa tulen medok asli, mata yang disipit-sipitin yang emang aslinya juga tidak bisa melek sih, dan orang yang ngaku-ngaku kurus kering padahal enggak, standart lah buat orang yang ngaku-ngaku kurus tapi faktanya sebaliknya.

“Haloo, udah lama? Pak pesen esnya satu ya!” seperti hantu dia datang dan menggoyangkan laptopku yang membuka Ms. Word yang sedari tadi tidak ada isinya.

“Udah setahun, sampek ngerasa tua nih!” aku menjawab sekenanya.

“Haha emang udah tua kan? Kenapa sih mukanya gitu? Lagi pms ya?” dia mulai lapaarrr.

“Kamu tahu kan aku gak suka ketemuan disini, rasanya kayak pengecut tau!” aku mulai serius dan langsung memberikan jawaban yang ada dipikiranku dari awal kami janjian bertemu.

“Maafin aku...”

“Udahlah gak usah di jelek-jelekin gitu mukanya, masa iya bakalan ada aku sebagai Handsome and the Beastnya kamu yang peranin? Kan gak lucu!” 

“Kamu lagi marah kan? Aku tahu kamu sayang, aku masih belum siap me...”

“Belum siap apaan? Biasanya aja makan 3 porsi kagak masalah, masa 1 mangkuk es campur aja enggak siap?” 

“Pfffttt!!! Yaudahlah lupain aja, gimana tulisan kamu?”

“Masih belum ada inspirasi lagi, masih kosong, hitam dan gelapnya pun perih”

“Sok puitis gilak! Eh sayang. Aku jadi ingin tanya, apa kamu pernah cemburu gara-gara karyaku?”

Liliana dan aku kebetulan suka menulis, kami ada dalam komunitas menulis yang sama pula, kami seringkali bertukar pikiran, saling membenahi dan kritik kami pun sama-sama pedasnya, kalau kurang ya kurang, kalau bagus ya kami jujur bilang bagus. Kalau spesialisasinya dia sih menulis novel dan novelnya pun juga pernah terbit, kalau aku sih mengarang bebas, yang penting nulis aja, tetapi akhir-akhir ini aku pun mulai belajar dan bertanya-tanya padanya bagaimana menulis yang baik, siapa tahu nulis-nulis iseng lalu bisa terbit juga kan lumayan rezeki anak sholeh.

“Hahaha pertanyaan macam apa tuh? Emmm apa ya... ” Aku pura-pura sedang berpikir keras.

“Hayoo apa? Pernah apa tidak? Ayolah jujur! Hihi”

“Aku itu selalu nongkrong di buku ataupun cerita yang aku baca, so kalau cemburu kayaknya sih pernah” Aku menjawabnya dan mengamati ekspresinya yang cengar-cengir kagak jelas.

“Aku jadi ngebayangin ekspresi kamu saat cemburu deh sayang”

“Udah deh  aku yakin kamu pasti sulit baca ekspresiku”

“Lihat ekspresi itu dari sorot mata, kelihatan banget tauk!”

“Ahhh palingan juga ga bakalan kuat pandangin aku terus, wek”

“Hehehe iya juga sih, wajahku pasti merah kayak kepiting rebus kalo kelamaan mantengin kamu”

“Tuhhh kann..... Eh sayang, aku jadi kepikiran deh, kalau si Rendy Sugiarta di Brotherzone namanya aku ganti jadi Yoggy Satya menurut kamu tuh gimana?”

“Emmm gimana ya, agak aneh juga sih, tapi ga parah amat lah, kan cuman nama tokoh aja yang kamu rubah, bukan jalan ceritanya kan?”

“Menurut kamu enaknya dirubah ga sih? Aku penggennya sih biar kamu bayangin aku terus dan biar kamu ngerasain clekit-clekit gitu sayang! Haha” 

“Ciyeee jadi pengen banget lihat aku cemburu nih? Ga masalah sih biar ga flat juga siiiiih, biar ada clekit-clekitnya disini nih” Liliana mencoba menggoda dan mengejekku.

“Beneraann nihhh? Yakin??”

“Yakin dong”

“Ini aku lagi serius loh sayang!”

“Iya sayangku, cintakuuu! Ohhh jadi ekspresi kamu serius itu seperti ini?”

“Mulai rese deh, tuh lanjutin dulu minum es campurnya”

Aku suka mengamatinya makan, sangat belepotan dan ekspresi wajahnya yang suka makan itu mengalahkan adik sepupuku si Afwan yang makannya sambil lari beneran. Dulu aku pernah iseng karena penasaran lalu menanyakan apa arti namanya yang sok jepang itu, Liliana Aozora. Singkatnya Liliana itu bunga lili, Aozora diambil dari kata Aoi dan Sora yang dalam bahasa jepang Aoi berarti biru dan Sora artinya langit. Singkatnya ya Bunga Lili dibawah langit biru, kalau panjangnya ya puaanjaangg banget. Yang jelas dimataku dia cantik, mampu membuat orang lain ceria dan nyaman bersamanya seperti langit biru yang cerah yang membuat orang selalu menantikannya.

“Aku mungkin tak mau bertemu denganmu seperti ini lagi...” 

“Iya aku tahu...”

“Kok tumben pinter? Aku kadangkala masih berpikir tentang hubungan kita ini, kendalanya suatu saat nanti pasti kalau aku hanya lu...”

“hahaha rese! Iya luuu... ammaaaa loadingnya!” dia memotong perkataanku.

“Pffttt!!”

LILIANA
Dia adalah sosok biasa, cowok kumal yang ngaku-ngaku ganteng, manis dan imut or apalah itu, padahal sebenarnya menurutku sih iya. Dalam kesibukanku aku selalu memikirkannya dan mencoba untuk selalu menghubunginya, simpelnya aku sayang dia. Kami janjian untuk bertemu yang sebelumnya menghabiskan banyak waktu yang tidak penting untuk berdebat sampai telinga panas lewat telepon. Kali ini aku memaksa dan mengajaknya bertemu, meskipun aku tahu dia tidak suka dengan caraku.

Saat berjalan aku sudah melihatnya dari jauh, mematung didepan laptop sambil mengaduk es campur. Aku sejenak berhenti, aku tersenyum dan aku merasa bahagia bisa bersamanya hari ini. Tiba-tiba muncul rencana jahatku untuk mengagetkannya dari belakang dan aku pun mengendap-ngendap dan sampai tepat dibelakangnya. Tentu saja aku sukses mengagetkannya. Perbincangan kami berawal dengan protesnya terhadap pertemuan ini, tetapi akhirnya seperti biasanya dia selalu cepat menurunkan emosinya, entahlah itu menurutku moody yang menguntungkan, dan aku harap selamanya dia akan seperti itu saat menghadapi aku yang seperti ini, yang prosesnya sangat lambat untuk menjadi lebih baik. Karena jujur saja, walaupun dia lelaki pendiam, dia adalah lelaki yang paling menyeramkan kalau sedang menatapku dengan tatapan lembutnya, lembut yang mencekikku diam-diam.

Aku sering  berpura-pura marah ketika dia mengamatiku saat sedang makan, terkadang dia diam-diam berusaha memotretku saat bibirku belepotan oleh makanan, tetapi hal ini yang terkadang aku rindukan, sifat jahilnya yang tak pernah dan tak mungkin bisa sembuh, mungkin salah satu alasan kami bisa nyambung ya karena sama-sama ngebetein ini.

“Aku mungkin tak mau bertemu denganmu seperti ini lagi...” dia mengawali kata-kata lagi saat aku menikmati es campurku.

“Iya aku tahu...” aku merasa bersalah dan aku menyadarinya.

“Kok tumben pinter? Aku kadangkala masih berpikir tentang hubungan kita ini, kendalanya suatu saat nanti pasti kalau aku hanya lu...”

“hahaha rese! Iya luuu... ammaaaa loadingnya!” Aku sesegera mungkin memotong perkataannya, aku tidak mau tahu tentang kemungkinan apapun yang bisa memisahkanku dengannya.

“Pffttt!!”

“Hahaha” aku mencoba tertawa.

“Udah mau hujan, sayang. Pulang yuk!”

“Yahhh mau hujan yaa.... Bete deh, yaudah terimakasih ya kamu mau meluangkan waktumu sebentar” aku mencoba mengiba.

“Kayaknya kamu udah jadi korban sinetron deh sayang! Jangan lebay deh!”

“Akhirnya tetap seperti ini ya, sangat sebentar, aku masih kangen kamu tauk!”

“Bukannya memang setiap kita ketemu selalu singkat terus ya? Udahh... kangennya ditabung dulu biar meledak” dia mencoba menirukan kata-kataku.

“hehe... aku sayang kamu, hati-hati dijalan... aku tunggu lanjutan karyamu”

“Iya aku juga sayang kamu, iyaiya cerewet kamu juga hati-hati ya!”

Akhirnya kami pun harus berpisah lagi, aku melihat tubuhnya berjalan menjauh, dia tiba-tiba berhenti ditengah gerimis, dan membalikkan badannya berhadapan denganku dari jauh. Sangat jelas sekali kalau dia tersenyum dan melambaikan tangannya kepadaku, aku pun membalasnya dengan lambaian tanganku.


Tuhan jagalah dia seperti Engkau menjagaku selama ini...
Hapuskanlah kemungkinan perpisahan yang abadi selain kerumahMu...
Tuhan... yakinkanlah dia tuk selalu jatuh cinta hanya untukku...

Aku selalu mencintainya disetiap deru nafasku...
Andai dia tahu...