Selamat malam, Nun. Entahlah kamu membaca ini saat pagi, siang, malam, atau tidak sekalipun. Nampaknya kamu sudah terbiasa bercumbu dengan angka-angka dan rumus bedebah yang sangat saya hindari itu.

Saya tidak bermaksud menganggumu, saya hanya rindu. Rindu saat menunggumu, renyah tawa serta senyumanmu, di gang yang penuh kenangan itu. Saya terkenal ajaib saat menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka, tetapi kata-katamu selalu tampak ajaib diindera saya, Nun.


"Kamu lama sekali bawa motornya, ohhh mau lama-lamaan boncengin saya, ya? Saya tahu kok, ya sudah yuk lewat jalan yang itu." haha kamu memang gila, Nun.

Maafkan saya waktu itu, bukankah semua orang pernah jadi brengsek, Nun? Saya tidak pernah bisa menjelaskan segalanya, apa yang terjadi sebenarnya waktu itu.

Akhir-akhir ini saya pun menceritakan apa yang saya pendam bertahun-tahun ini, kepada sahabat kita. Entahlah ia menyampaikannya dengan benar kepadamu atau tidak, setidaknya jika ia memang sahabat kita, ia tak mungkin menambah hal-hal yang memperparah keadaan.

Kemampuan menciptakan bahagia pada diri kita ini terkadang bisa lucu, Nun. Ketika saya dan kamu bahagia, kita tidak menghasilkan titik temu. Tetapi saat sendiri seperti ini, tawa dan senyumanmu tetaplah yang termanis, Nun. Tetaplah jadi wanita tangguh yang selalu mampu memukau saya, di mana pun kamu berada, saya ada.

Kediri, 18082016
Sebenarnya kalau mau nulis apapun bisa sih, malesnya itu lho ya ampun.